Megalith-Megalith Bersejarah
Penulis :

Batu Macan ---Dok Mario
''NAH itu Ayek Mulak (Sungai Mulak),'' kata Hambli saat rehat sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Pulau Panggung.
Rombongan memang sengaja berhenti sejenak karena beratnya medan sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Panggung. Hambli adalah penunjuk jalan handal yang sengaja diajak karena mengetahui medan yang akan dilalui.
Desa Pulau Panggung merupakan sebuah perkampungan di zaman prasejarah yang terletak di atas perbukitan Desa Tanjung Sirih, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Konon desa ini dan sekitarnya dulunya merupakan lautan air.
Di Desa ini terdapat beberapa batu megalith (batu besar) berusia 4.000 tahun. Batu pertama terletak di pojok perkebunan karet milik seorang penduduk Yamil.
Di situ teronggok megalith menyerupai seseorang yang sedang memangku anak dan menunggang seekor kerbau. Sosok ini berbadan tambun, hidung pesek dan mengenakan kalung. Sedangkan seorang anak yang dipangkunya memakai pelindung kepala. Batu megalith ini disebut Batu Putri Besak.
Sepuluh menit perjalanan dari Batu Putri Besak, ada satu lagi megalith unik, yakni Batu Satria. Disebut satria karena batu ini menggambarkan seorang kesatria yang mengenakan sejenis helm dan memakai kalung. Sayang batu ini telah roboh dan bagian muka mencium tanah serta bagian paha tertimbun tanah.
Megalith yang banyak mendapat perhatian adalah Batu Macan. Batu Macan ini dalam posisi tergeletak dan pada bagian ekornya tertimbun tanah. Batu Macan tersebut menggambarkan seekor macan yang sedang menerkam anak kecil.
Semua Megalith yang terdapat di Pulau Panggung ini menghadap ke arah matahari terbit (timur). Mungkin makna yang terkandung masih berhubungan dengan suatu kepercayaan tertentu.
Menurut Habli, kondisi Megalith di Pulau Panggung memang semakin mengkhawatirkan. Tidak ada pagar di area Megalith. Bahkan, belum ada papan pemberitahuan. ''Memang semua masih alami dan terkesan apa adanya,'' jelas Habli yang diamini Mario, satu-satunya pemerhati lingkungan yang peduli dengan situs sejarah di Lahat.
Meski kondisi Megalith serba mengkhawatirkan dan belum banyak dikenal warga lokal, Megalith di Lahat tetap dianggap yang terbaik di Indonesia.
Dalam penelusuran di Lahat dan Kabupaten Pagar Alam, memang tidak bisa dimungkiri Batu Megalith lebih banyak di Lahat. Seperti di Tanjung Telang, Karang Dalam, Tanjung Sirih, Tinggi Hari I, II, III, Sinjar Bulan, Rindu Hati, Tebing Tinggi, Geramat, Lesung Batu, Air Puar, Gunung Megang. Sedangkan di Pagar Alam hanya ada di Tegurwangi, Tanjung Aro dan Belumai.
Sebenarnya pesona Megalith tersebut bisa menjadi modal berharga bagi Lahat untuk mengembangkan pariwisatanya. Sayang hingga saat ini Pemerintah Daerah Lahat belum ada hasrat untuk mnatanya menjadi distinasi wisata sejarah yang apik.(Era/M-1)
Rombongan memang sengaja berhenti sejenak karena beratnya medan sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Panggung. Hambli adalah penunjuk jalan handal yang sengaja diajak karena mengetahui medan yang akan dilalui.
Desa Pulau Panggung merupakan sebuah perkampungan di zaman prasejarah yang terletak di atas perbukitan Desa Tanjung Sirih, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Konon desa ini dan sekitarnya dulunya merupakan lautan air.
Di Desa ini terdapat beberapa batu megalith (batu besar) berusia 4.000 tahun. Batu pertama terletak di pojok perkebunan karet milik seorang penduduk Yamil.
Di situ teronggok megalith menyerupai seseorang yang sedang memangku anak dan menunggang seekor kerbau. Sosok ini berbadan tambun, hidung pesek dan mengenakan kalung. Sedangkan seorang anak yang dipangkunya memakai pelindung kepala. Batu megalith ini disebut Batu Putri Besak.
Sepuluh menit perjalanan dari Batu Putri Besak, ada satu lagi megalith unik, yakni Batu Satria. Disebut satria karena batu ini menggambarkan seorang kesatria yang mengenakan sejenis helm dan memakai kalung. Sayang batu ini telah roboh dan bagian muka mencium tanah serta bagian paha tertimbun tanah.
Megalith yang banyak mendapat perhatian adalah Batu Macan. Batu Macan ini dalam posisi tergeletak dan pada bagian ekornya tertimbun tanah. Batu Macan tersebut menggambarkan seekor macan yang sedang menerkam anak kecil.
Semua Megalith yang terdapat di Pulau Panggung ini menghadap ke arah matahari terbit (timur). Mungkin makna yang terkandung masih berhubungan dengan suatu kepercayaan tertentu.
Menurut Habli, kondisi Megalith di Pulau Panggung memang semakin mengkhawatirkan. Tidak ada pagar di area Megalith. Bahkan, belum ada papan pemberitahuan. ''Memang semua masih alami dan terkesan apa adanya,'' jelas Habli yang diamini Mario, satu-satunya pemerhati lingkungan yang peduli dengan situs sejarah di Lahat.
Meski kondisi Megalith serba mengkhawatirkan dan belum banyak dikenal warga lokal, Megalith di Lahat tetap dianggap yang terbaik di Indonesia.
Dalam penelusuran di Lahat dan Kabupaten Pagar Alam, memang tidak bisa dimungkiri Batu Megalith lebih banyak di Lahat. Seperti di Tanjung Telang, Karang Dalam, Tanjung Sirih, Tinggi Hari I, II, III, Sinjar Bulan, Rindu Hati, Tebing Tinggi, Geramat, Lesung Batu, Air Puar, Gunung Megang. Sedangkan di Pagar Alam hanya ada di Tegurwangi, Tanjung Aro dan Belumai.
Sebenarnya pesona Megalith tersebut bisa menjadi modal berharga bagi Lahat untuk mengembangkan pariwisatanya. Sayang hingga saat ini Pemerintah Daerah Lahat belum ada hasrat untuk mnatanya menjadi distinasi wisata sejarah yang apik.(Era/M-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berikan komentar anda