Surat-suratku untuk Soe Hok Gie
Saya tidak tahu, tulisan saya ini berjenis kelamin apa. Yang pasti saat ini, saya hanya ingin menuliskannya.
![]() |
Soe Hok Gie di puncak Pangrango |
I,
selamat ulang tahun, Gie..
masihkah kata itu boleh terucap?
sedang raga telah pupus dimakan zaman?
Gie..
hari ini ku luangkan waktuku untukmu
mendekap fajar dan berteriak semangat pada langit
tapi negeriku tidak berkutik
ia member senja padaku,
ketika dengan hati penuh suka, aku menyapa sang fajar.
Tugu mengenang Soe Hok Gie dan Idhan Lubis di puncak Mahameru
II,
selamat jalan, Gie..
sungguh aneh mengucap dua kata selamat pada jeda 24 jam yang singkat.
pertiwi tersenyum penuh syukur ketika mengingat ia pernah melahirkanmu.
meski dari tubuh renta penuh kelabunya,
tapi ia tidak pernah bersedih untukmu
lalu, hari ini
ia terdiam ketika teringat pada sayap-sayap kecil sang cupid yang tertatih menjamahmu di mahameru
III,
Gie..Gie..
lembah mandalawangi masih mengukir wangi abadi
mahameru juga tetap tegak nun jauh disana
hanya..
detik ini berubah kelam
jasadmu mengabur
tersisa abu semangat, yang kadang terlupa oleh kami
langit telah mengambil Gie
seperti katamu,
“semua akan tiba pada hari yang biasa, pada suatu ketika yang telah kita ketahui..”
tapi Gie..
negeri ini masih merindu semangat dan gebrakanmu
“kita tidak pernah menanam apa-apa, kita tidak akan kehilangan apa-apa”
IV,
Gie..
apa kau tahu dunia semakin tua dan lelah?
apa ada yang pernah mengabarimu?
tidakkah surat itu sampai, Gie?
atau pesan digital yang kuketik dari benda seGiempat di genggamanku?
suharto sudah lengser, Gie
rezim kuat itu sudah tumbang
ia runtuh oleh teman-teman yang serupa denganmu
sama ketika engkau mengkritisi soekarno
terlalu banyak kericuhan politik beberapa tahun terakhir
para pembesar masih sama ributnya menginginkan kursi nomor 1.
oh, ya.. suharto akhirnya di peluk langit, gus dur menyusulnya beberapa waktu kemudian
sama-sama menjadi urban di pengadilan tinggi terhebat yang pernah ada
yah, politik tidak pernah tertidur, sby menjalankan dua periode miliknya,
lapindo masih belum kelar, century tidak jelas,
per-gayus-an masih kabur juntrungannya
isu teroris masih saja ada,
belum lagi bencana tak pernah habis
sungguh, negeri ini benar-benar punya banyak pekerjaan rumah
banyak yang berubah,
jakarta sudah monorel, dufan makin ramai karena tornado
tapi, Gie..
tangis masih saja merebak dari anak-anak negeri yang keroncongan
tetap saja termehek-mehek demi sesuap nasi
V,
Gie, aku mencoba mengikutimu,
berharap hari bisa sedikit tersenyum bersamaku
tapi aku kalah Gie
aku lupa peta dan kompas pemberianmu
sedang musuhku, musuhmu, punya peta dan kompas yang lebih hebat
Gie.. aku takut
ketika semua harapan terakumulasi padaku
lalu aku tidak dapat menjawabnya
apa itu alasanmu memilih mati muda
agar kau tidak banyak ternoda oleh dosa penguasa negeri ini
ah, aku takut bila tanpa sadar menjadi bagian dari mereka
begitukah?
Gie, aku ingin tetap muda
sama seperti harapanku padamu
lalu sama-sama kita hidup-kan UI kita
sama-sama kita longmarch sepanjang Rawamangun hingga Salemba
aku tumbuh dengan mimpi ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berikan komentar anda